RADARSULSEL.CO.ID, Makassar -- Proyek yang menelan Anggaran puluhan milyar milik Dinas PU dan Penataan Ruang kabupaten Luwu Timur (Lutim), bakal dilaporkan Lembaga Komunitas Anti Korupsi (L-KONTAK) terkait dugaan penyimpangan prosedur serta indikasi Mark Up pada Pembangunan Gedung Islamic Centre, Minggu (06/04/2025).
Hal tersebut disampaikan Dian Resky Sevianti, Ketua Divisi Monitoring Dan Evaluasi L-KONTAK, kepada awak media, bahwa berdasarkan kajian hukum L-KONTAK ditemukan sejumlah penyimpangan seperti pelanggaran prosedur dan indikasi Penggelembungan (Mark-up) anggaran sehingga di nilai layak untuk di laporkan ke aparat penegak hukum (APH)
"Yang pertama Kami melihat ada dugaan pelanggaran prosedur dengan tidak melibatkan pengelola teknis sebagaimana yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021, dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara (BGN). Selanjutnya akibat tidak melalui prosedur, maka penetapan harga satuan bangunan gedung negara (HSBGN) terindikasi Mark-up," kata Dian Resky.
Dian Resky menjelaskan pada penentuan dan penetapan HSBGN per meter persegi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang merupakan Pejabat Penandatanganan Kontrak, diduga tidak meminta tenaga perbantuan pengelola teknis kepada Dinas SDA, Cipta Karya, dan Tata Ruang Provinsi Sulawesi Selatan sebagai bahagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan.
“Pertanyaan saya Siapa Pengelola Teknisnya? Kalau PPK nya tidak mampu menjelaskan, lalu siapa yang memberikan Interpolasi biaya secara profesional? Berdasarkan Pasal 124 PP Nomor 16 Tahun 2021 sangat jelas berapa biaya untuk pengelola kegiatan dan berapa untuk pengelola teknis, jangan nanti pura-pura pikun," tegas Eky, sapaan akrabnya.
Lebih lanjutnkata Eky, berdasarkan Pasal 68 ayat (1), (2), dan ayat (3) Peraturan Menteri PUPR Nomor 22/PRT/M/2018 Tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara, menurutnya, Kepala Dinas PU Kabupaten Lutim, dan PPK Pembangunan Gedung Islamic Centre telah mengabaikan Prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa pemerintah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pedoman Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah.
"Kalau tidak Akuntabel, berarti bisa ilegal produknya. Nah, kalau ilegal produknya, siapa yang menyebabkan itu? Padahal PPK nya sendiri yang cantumkan dasar Kerangka Acuan Kerjanya (KAK) itu mengacu Permen PUPR Nomor 22/2018," ungkapnya.
Eky menambahkan bahwa Kesalahan prosedur yang dapat berakibat Maladministrasi yang merupakan akar persoalan. PPK dan Kepala Dinas PU harus membuktikan jika oknum yang telah memberikan Interpolasi biaya memiliki Sertifikat Pengelola Teknis yang diterbitkan oleh BPSDM Kementerian PUPR, dan Surat Tugasnya berasal dari Dinas SDA, Cipta Karya, dan Tata Ruang Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ditunjuk oleh Gubernur Sulawesi Selatan sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 50 Tahun 2021.
“Perhitungan itu perlu diberikan oleh Pengelola Teknis yang berwenang dan OPD yang ditunjuk berdasarkan penugasan Dekonsentrasi untuk menilai berapa besaran anggaran yang dibutuhkan, bukan asal menilai. Jangan-jangan PPK nya sendiri yang berikan penilaian itu karna menganggap dirinya dibidang Cipta Karya. Hati-hati, jika ini benar, maka kuat dugaan terjadi Penyalahgunaan wewenang,". Tegasnya.
Untuk itu L-KONTAK meminta APH untuk membuka penyelidikan sebelum kegiatan tersebut dilanjutkan tahun 2025.
"Pak Bupati harus tegas menolak jika ditemukan tidak melalui prosedur. Apalagi tahun ini, akan diberikan tambahan dana senilai Rp 25 milyar. Kami berharap Bupati mendukung penegakan supremasi hukum, dan secepatnya surat itu kami tembuskan ke beliau sebagai bahan pertimbangan," tutupnya.
Untuk di ketahui bahwa sebelumnya kadis PU dan Penataan Ruang kabupaten Luwu Timur, Ir. Syahmuddin, telah di konfirmasi beberapa waktu lalu terkait sorotan tersebut namun belum ada tanggapan sampai saat ini.(Tim).
Editor : ENAL RASUL.