Program bernilai Rp.500.000.000,-/unit, bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat, justru diduga tidak hanya menyimpang secara teknis, tetapi juga secara prosedural.
Berdasarkan Petunjuk Teknis (Juknis), kegiatan yang dikelola oleh Kelompok Kerja Sama Antar Desa (KKAD), tidak diperkenankan dilaksanakan terhadap kegiatan yang telah didanai dari sumber anggaran lain sebelumnya atau tumpang tindih.
Muhammad Yusri, Koordinator L-KONTAK Kabupaten Wajo, menilai, KKAD dan tim Perencana Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Provinsi Sulawesi Selatan dan Kepala Desa, diduga memaksakan titik lokasi kegiatan yang sebelumnya pada titik lokasi tersebut telah dilakukan penganggaran melalui Dana Desa (DD) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Yusri juga menduga, alokasi proyek lebih mengutamakan afiliasi politik dibandingkan kebutuhan riil masyarakat. Dia mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengusut tuntas dugaan penyimpangan prosedur, dan terjadinya penggelembungan (Mark-up) anggaran.
“Siapa yang menentukan titik lokasinya? Jika Kepala Desa, apakah mereka tidak paham jika dalam Juknisnya, tumpang tindih anggaran itu dilarang? Belum lagi berdasarkan perhitungan kami, ada indikasi Mark-up hingga 35%. Secepatnya kajiannya kami teruskan ke APH,” tegas Yusri, Kamis, (28/01/2025). (TIM)
Editor : ENAL RASUL.