Diduga Ada Kongkalikong, Pihak Panitia Lelang Dengan Rekanan, Pengadaan Murbei Dan Mesin Pemintal, Disorot Sekertaris SAMI. -->

Diduga Ada Kongkalikong, Pihak Panitia Lelang Dengan Rekanan, Pengadaan Murbei Dan Mesin Pemintal, Disorot Sekertaris SAMI.

Sabtu, 04 Januari 2025, Januari 04, 2025

RADARSULSEL.CO.ID, WAJO - Program satu juta bibit murbei bantuan Pemprov Sulawesi Selatan, yang masuk di kabupaten Wajo, mangkrak. sekertaris SAMI, Andi Hasriadi, kembali angkat bicara.

Dari hasil penelusurannya mulai dari proses tender hingga memenangkan salah satu perusahaan di nilai sudah menyalahi (pelanggaran administrasi) yang bisa berdampak akan terjadinya korupsi. Sehingga ia menduga ada kongkalikong antara pihak Pengadaan barang dan jasa dinas kehutanan dengan rekanan.

Hasil penelusuran tersebut di ungkap Andi Hasriadi bahwa
"Tahap pertama sekitar tahun 2020/2021 Pengadaan bibit murbei sebanyak 300.000 bibit di menangkan oleh rekanan CV. MASSALANGKA, dan tersebar di dua lokasi siap tanam yakni Desa Bottopenno, kecamatan Majauleng luas area 5,5 hektar mendapat 220.000 bibit sementara Desa Pasaka, kecamatan Sabbangparu, luas area 2 hektar, mendapat 80.000 bibit.selain itu di tahun yang sama pihak rekanan juga mengerjakan Pengadaan Oven Pengering Kokon senilai 200 juta.

"Kemudian tahap ke dua sekitar tahun 2021 Pengadaan bibit Murbei sebanyak 700.000 bibit, nilai anggarannya 1,4 M, kembali dikerjakan oleh Perusahaan CV. MASSALANGKA dengan proses Penunjukan Langsung (PL). Padahal kata Andi Hasriadi, Dinas Kehutanan Provinsi Sulsel awalnya memakai proses tender di ikuti 3 perusahaan dan Perusahaan A Rangking 1 terendah, Perusahaan B Rangking dua terendah dan Perusahaan CV.MASSALANGKA Ranking tiga terendah.

"Sangat mengherankan ketiga perusahaan awalnya ikut menawar namun diumumkan pembatalan karena di nilai tidak ada yang memenuhi syarat, jadi pertanyaan pasca pembatalan itu, CV.Massalanka kemudian di tunjuk langsung (PL) oleh panitia sebagai pelaksana,". Ungkap Andi Hasriadi.

Lokasi di maksud untuk tahap 2 lanjut Andi Hasriadi, adalah Desa Wajoriaja Kecamatan Tanasitolo Kabupaten Wajo jumlah 480.000 bibit dengan luas lahan 12 hektar dan Lokasi Watangrumpia mendapat 220.000 bibit murbei luas lahan 5,5 Hektar, ditahun yang sama CV. MASSALANKA juga pemeni pengadaan mesin pemintal sutra di UPT sempangnge, pakkanna dengan anggaran kurang lebih 3,64 M. Dan saat ini tidak berfungsi karena di nilai menyalahi spesifikasi yang seharusnya Full Otomatis namun faktanya dilapangan (Tidak full otomatis).

Lanjutnya lagi, kemudian tahun 2022, ada lagi dua desa yang mendapat bantuan Pengadaan Bibit Murbei yang di anggarkan melalui APBD Pokok yakni di Desa Tosora Kecamatan Majauleng sebanyak 90.000 bibit, Proses pengadaannya yaitu Penunjukan Langsung (PL) dan pemenangnya masih CV yang sama, sementara di desa Pakkanna Kecamatan Tanasitolo mendapat 400.000 bibit yang mengerjakan CV. ARKAN melalui proses E katalog, serta 100.000, bibit melalui APBD Pokok untuk perorangan bukan kelompok atas nama (AMANG BACO) melalui proses E-Katalog, Luas Lahan 2,5 Hektar.

"Terkait dengan Desa Bottopenno dan Watanrumpia Kecamatan Majauleng diduga jumlah bibit tidak sesuai jumlah sampai dilokasi, untuk anggaran biaya Pengolahan lahan dan Pemeliharaan tanaman belum jelas, sementara di Desa Wajoriaja, Kecamatan Tanasitolo diperkirakan lahan yang di gunakan hanya 4 hektar dengan jangkauan bibit yang bisa ditanami hanya 160.000 pohon, padahal bantuannya 480.0000 bibit untuk lahan 12 hektar. Dan biaya Pengolahan lahan dan pemeliharaan bernilai ratusan juta itu di anggarkan melalui dana sharing APBD,". Sebutnya.

Di lain sisi, Ketua Suara Independen Jurnalis Indonesia (SIJI) Provinsi Sulawesi Selatan Ir.A.Rafiuddin,SH, saat dihubungi via WhatsApp, Sabtu,(04/01/2025). Menjelaskan bahwa Proses pengadaan barang dan jasa di Dinas Kehutanan Provinsi Sulsel, "terkesan ada deal dealan" kepada salah satu rekanan sehingga kuat dugaan ada indikasi melawan hukum.

Menurut, A.Rafiuddin, resiko hukum dalam pengadaan barang dan jasa tak lepas dari tiga hal. Pertama, persaingan usaha untuk mendapatkan pekerjaan sebagai penyedia jasa pengadaan melalui tender. Kedua, terjadinya pelanggaran administratif peraturan dalam pelaksanaan proses tender. Ketiga, potensi korupsi atau gratifikasi. Untuk itu, setiap pelaksanaan proses tender pengadaan barang dan jasa harus dilakukan secara fair.

"Saya banyak melihat banyak kasus tindak pidana korupsi bermula dari proses tender yang bermasalah. Misalnya, terdapat pelanggaran administrasi yang berujung persaingan usaha tidak sehat atau menimbulkan indikasi adanya tindak pidana korupsi. “Atau dapat berujung kedua-keduanya. Tapi, indikasi awalnya terkait aturan awal pelaksanaan tender,”. Jelasnya. (SUKRI).

Editor : ENAL RASUL.

TerPopuler